Betawi Punya Wine Bergengsi, namanya Bir Pletok

Betawi Punya Wine Bergengsi, namanya Bir Pletok

Orang-orang Eropa yang berpesta di Batavia meminum banyak wine–membuat pikiran penduduk pribumi makin membuncah. Dalam jamuan makan besar di kala sore menjelang malam, tangan-tangan itu memegang gelas cantik berisi anggur merah dengan anggunnya.

Sayang, rasa penasaran semakin menjadi, saat mengingat wine dibatasi ajaran agama yang melarang minuman beralkohol untuk dikonsumsi. Lalu, kalau para pendatang itu bisa seenaknya meminum wine di tanah leluhur, mengapa pribumi tidak boleh?

Tentu saja, mereka ikut meminumnya. Namun, mereka membuat ‘wine’ sendiri dengan resep yang jauh lebih mahal dan bergengsi: rempah.

“Mereka mencampurkan beberapa rempah yang sedang diganderungi dan membuatnya menjadi minuman hangat, namun halal, setara dengan bir atau wine,” ujar penulis dan Sejarawan JJ Rizal, dalam diskusi di Arena Pekan Raya Jakarta, Sabtu (8/7).

Rizal menuturkan, dulu, orang Betawi mengenal semua jenis minuman memabukkan dengan istilah bir. Padahal, bir yang dimaksud adalah wine atau red wine, minuman beralkohol yang dibuat dari fermentasi buah, khususnya anggur.

Sejarawan JJ Rizal. (Foto: Marcia Audita/kumparan)

“Akhirnya mereka membuat minuman bir sendiri, dan dibuat dengan namanya juga bir, bir tandingan. Karena mereka berpikir semua jenis alkohol adalah bir,” ujar Rizal.

Mereka juga melihat betapa menyenangkan melihat tutup wine yang terbuat dari kayu itu terpental, terdengar nyaring dan berbunyi ‘pletok’ saat dibuka. “Sejak itu, terbentuklah nama ‘Bir Pletok’, wine tandingan yang nyatanya jauh lebih menyehatkan,” kata Rizal.

Dengan mencampurkan rempah-rempah primadona, yaitu jahe, cengkeh, kayu, kapulaga, serai, daun pandan, kayu secang dan ditutup dengan pala–sebagai resep pamungkas–, bir ala Betawi itu lahir.

Sedangkan, warna merah bir itu sendiri didapatkan dari rebusan kayu secang yang dicampurkan ke dalam rebusan air rempah.

Bir Pletok menjadi salah satu dari sekian banyak bukti keistimewaan rempah nusantara, khususnya cengkeh. Rempah, juga berhasil membuat nusantara menjadi pemain utama dalam sistem perniagaan–yang oleh para ahli sejarah lebih sering disebut sebagai ’Jalur Rempah’.

JJ Rizal dan Taufik, pengusaha bir pletok. (Foto: Marcia Audita/kumparan)

“Dulu, pala dan cengkeh setara dengan emas bahkan lebih mahal. Orang Eropa ke sini bukan berburu emas, melainkan pala dan cengkeh yang tidak tumbuh di seluruh muka bumi–kecuali satu kawasan, mereka tumbuh di nusantara,” ujarnya.

Bahkan, Bir Pletok yang dianggap mewah kala itu, membuatnya jarang dikonsumsi setiap hari. Setidaknya, Bir Pletok pernah berada di posisi tinggi, eksklusif karena rempah cengkeh dan pala yang mengalahkan perhiasan.

“Zaman dulu ia dianggap penting, dia punya tempat, sebelumnya hanya ada di pertunjukan kesenian palang pintu bersama kue-kue lainnya. Kue itu jadi lengkap ketika bertemu bir pletok, bisa dinikmati tanpa es atau pakai es, tergantung selera,” kata Rizal.

Rizal bercerita, bir pletok juga pernah menjadi tolok ukur kesuksesan sebuah pesta. Artinya, sama seperti wine, semakin banyak bir yang dikeluarkan, pesta mereka dapat dibilang sukses.

“Semakin menyungai bir itu, semakin sukses pestanya. Sama seperti wine,” kata Rizal.

Saat ini, bir pletok dinobatkan sebagai salah satu dari 30 Ikon Kuliner Nusantara oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di tahun 2012. Tak seperti dulu, minuman itu kini telah beredar luas dan hadir di seluruh Indonesia.

 

Baca juga : Ternyata Buah Merah Delima Super Fruit nan Kaya Manfaat

 

 

Sumber berita Betawi Punya Wine Bergengsi, namanya Bir Pletok : kumparan

%d blogger menyukai ini: