Menu Khusus Ramadhan Di Banyuwangi Kue Precet

Menu Khusus Ramadhan Di Banyuwangi Kue Precet

Dari masa ke masa, semenjak dahulu kala
kudapan manis khas setiap daerah saat puasa ramadan memang berbeda. Tak terkecuali makanan khas yang sering dihidangkan warga Banyuwangi saat membatalkan puasa atau berbuka.

Pasalnya, masyarakat di ujung timur Pulau Jawa ini memiliki menu khusus yang mereka namai ‘kue precet’. Seperti apa bentuknya? Sebenarnya cukup sederhana, karena precet hanya terbuat dari bahan
pisang. Meski sederhana, namun jajanan satu ini hanya diproduksi selama bulan ramadan saja.

Mahwah (56) salah satu pembuat precet asal Dusun Gumukrejo, Desa Gitik, Kecamatan Rogojampi. Cara membuatnya cukup mudah, pisang kepok sebagai bahan baku utama mulanya diolah dengan cara direbus. Selanjutnya, bahan yang sudah matang kemudian dicetak dengan cara menekan pisang dengan sebuah alat yang telah dilubangi sehingga bulir pisang akan terbentuk lunak memanjang.

“Kalau sudah dicetak lalu dimasukkan dalam dandang untuk dimasak sampai precet benar-benar matang,” katanya, Selasa (13/6/2017).

Biasanya jajanan satu ini dihidangkan saat berbuka puasa. Tapi tidak dihidangkan begitu saja, melainkan agar menambah cita rasa manis precet diberikan guyuran kuah santan manis.

“Biasanya, pedagang sudah banyak yang pesan ke sini. Jadi nggak perlu susah untuk menjual precet,” katanya.

Melihat animo warga yang cukup tinggi, dalam sehari pada bulan ramadan, Mahwah mampu menghabiskan hampir satu tandan pisang. Sehingga kadang dirinya merasa kualahan karena harus bekerja ekstra mulai pagi hingga sore tiba.

“Kadang nggak semua bisa dicetak, karena sebagian saya juga buat patola,” ungkapnya.

Benar saja, saat keringat masih belum kering pesanan juga banyak datang dari pedagang yang menginginkan patola. Jajanan ini juga termasuk khas lantaran juga hanya ada saat ramadan. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat patola biasanya dari tepung beras.

“Beras yang saya gunakan yang super bukan raskin, karena hasil dan rasanya akan beda,” ungkapnya.

Proses masak patola ini masih menggunakan cara sederhana. Karena
menggunakan tungku tradisional dari susunan batu bata dan tanah liat.
Selain mempertahankan cita rasa, juga mampu memiliki daya tampung
lebih banyak.

“Bahan bakar yang digunakan juga masih menggunakan kayu bakar. Kalau pakai gas takut meledak, adanya tungku ini saja mudah dan murah,” ujar Mahwah

Membuat kudapan precet atau patola bukan pekerjaan baru bagi ibu dua anak ini. Karena sejak berumur 20 tahun, dia sudah mewarisi keahlian Ibu kandungnya, (Alm) Mahanah dalam membuat sejumlah jajanan tradisional khas Banyuwangi, mulai dari precet, orog-orog, puli, puthu, dan sejumlah jajanan khas lainnya.

“Semua cetakkan juga masih utuh dan terjaga dengan baik,” jelasnya.

Selama sehari, mulai pukul 09.00 hingga pukul 16.00, Mawah mampu memproduksi hingga tujuh kilogram tepung beras dengan tiga jenis pilihan warna, yakni putih, merah dan hijau. Itu dilakukan untuk menggugah selera para penikmat kudapan menu berbuka puasa.

“Satu lembar daun pisang berisi 10 biji kue patola harganya Rp 4 ribu, dan setiap hari habis terjual,” katanya

Hasil jerih payah usahanya terbayar lunas, ketika semua barang dagangannya terjual habis. Setidaknya dalam sehari ia mampu
mengumpulkan laba bersih Rp 50 ribu.

Sementara itu, Dina salah satu pedagang makanan berbuka di depan
Masjid Besar Baiturrahiem, Rogojampi mengatakan, precet dan patola
memang masih menjadi pilihan warga Banyuwangi. Pasalnya, tak kurang 50
bungkus yang disediakan selalu habis terjual.

“Di sini harganya Rp 5000, paling laris ini. Setiap hari banyak yang beli dan selalu habis terjual,” katanya. (Alv)

Sumber: kumparan.com

%d blogger menyukai ini: