Wajib Militer adalah Mimpi Buruk Kaum Transjender di Thailand

Wajib Militer adalah Mimpi Buruk Kaum Transjender di Thailand

Dalam antrean perekrutan pria yang harus ikut wajib militer di Thailand, selalu tampak sosok-sosok feminin.

Mereka adalah warga dari kelompok transjender yang tetap harus ikut wamil jika tak memiliki surat pembebasan.

Semua pria di Thailand yang telah berusia 21 tahun, diharuskan ikut wajib militer. Para transjender juga tak terkecuali.

Thailand tak memperbolehkan warganya mengganti identitas jenis kelamin di kartu tanda penduduk. Sehingga, transjender yang tercatat lahir sebagai laki-laki tetap diwajibkan ikut wajib militer.

Data Univesitas Hong Kong yang dikutip PRI menulis 1 dari 165 pria di Thailand menjadi transjender.

Beberapa tahun silam, militer Thailand menganggap transjender sebagai kelompok manusia yang mengalami gangguan kejiwaan.

Namun setelah proses hukum di pengadilan, kini militer menganggap tubuh mereka tidak konsisten dengan jenis kelamin mereka saat lahir.

Terkait putusan pengadilan itu, kaum transjender bisa meminta surat pembebasan wamil.

Pengecualian dari wajib militer ini hanya bisa diperoleh transjender yang sudah memiliki sertifikat pembebasan wajib militer yang diurus melalui proses hukum.

Masalahnya, tidak semua transjender memiliki surat pembebasan tersebut.

Para aktivis hak asasi manusia terus berjuang agar transjender memperoleh pengakuan dari negara.

Meski mempunyai sertifikat pembebasan dari wajib militer, kaum transjender tetap harus datang di hari penyaringan wajib militer, dan menunjukan surat pembebasan itu.

Barulah para petugas percaya, dan mereka tak harus ikut dalam penyaringan wamil.

Sementara bagi yang tak mempunyai surat itu, mereka harus tetap harus ikut dalam proses penyaringan.

Penentuan wajib militer biasanya diadakan tiap bulan April.

Akibat banyaknya kaum transjender di Thailand, maka sudah terbiasa pula terlihat para transjender yang tak punya surat pembebasan, berada di dalam antrean para pria dalam pemeriksaan kesehatan untuk ikut wajib militer.

Sejumlah warga tranjender mengaku sangat stres dengan kewajiban tersebut.

Banyak kaum transjender yang panik dalam penyaringan itu, antara lain karena dalam pemeriksaan kesehatan, pakaian mereka harus dilucuti.

Seorang dokter akan membawa mereka ke ruangan tertutup atau di balik dinding.

Dokter akan melihat apakah kaum transjender itu mengalami banyak perubahan fisik atau tidak.

Pendaftaran wajib militer di Thailand dilakukan dengan sistem undian.

Di dalam guci tertutup mereka harus mengambil kartu. Ada dua jenis kartu di dalamnya. Kartu merah dan kartu hitam.

Jika mendapat kartu merah, artinya mereka langsung langsung diproses untuk ikut wamil, sedangkan jika mendapat kartu hitam, mereka tak harus ikut wajib militer di tahun itu.

Setiap tahunnya jumlah pria yang ikut wajib militer di Thailand sekitar 100 ribu orang.

Mereka menjalani wajib militer selama dua tahun. Setelahnya, warga bisa kembali menjalani kehidupan biasa.

Para pegiat HAM di Thailand terus berusaha agar transjender mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah.

Jika perjuangan mereka berhasil, maka negara Gajah Putih itu akan mengikuti jejak India, yang di tahun 2014 telah memberi pengakuan pada jenis kelamin ketiga.

Ronnapoom Samakkeekarom pegiat HAM Transgender Alliance for Human Rights menyerukan semua pihak agar berhenti memperlakukan transjender sebagai bahan lelucon.

Termasuk saat mereka antre dalam pendaftaran wamil.

Menurut dia, para tranjender ini merasa tertekan karena kerap didiskriminasi, dilecehkan, dan mengalami tindak kekerasan.

 

 

Sumber berita Wajib Militer adalah Mimpi Buruk Kaum Transjender di Thailand : kompas.com

Wajib Militer adalah Mimpi Buruk Kaum Transjender di Thailand

%d blogger menyukai ini: