MEMAHAMI BAHAYANYA OBESITAS YANG MEMATIKAN

MEMAHAMI BAHAYANYA OBESITAS YANG MEMATIKAN

MEMAHAMI BAHAYANYA OBESITAS YANG MEMATIKAN

Sandiaga Uno, Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, mengikuti Lomba Lari Maraton di Bogor. Pria berusia 48 tahun ini memang rajin berolahraga lari, bahkan sebelum terpilih, ia pernah berujar, “Harus buat gerakan berlari, rencananya lari seminggu sekali ke kantor.”
Bukan hanya Sandi, Jokowi pun kerap berolahraga dengan bersepeda ketika car free day baik di Jakarta, bahkan di Bogor. Mantan anggota pecinta alam Mapala Silvagama, yang kini menjadi Presiden Indonesia itu, sering menjadikan sepeda sebagai hadiah ketika melakukan kunjungan kerja ke daerah. Selain karena sepeda adalah bentuk transportasi yang ramah lingkungan dan bebas polusi, bagi-bagi sepeda menjadi keputusan terbaik karena kegiatan bersepeda bisa menyehatkan tubuh.
Itu adalah segelintir contoh kampanye hidup sehat yang dipelopori oleh para pemimpin di Indonesia.

Hal senada pernah dilakukan di Amerika Serikat oleh Michelle Obama selama jadi first lady di negara dengan
tingkat obesitas tertinggi di dunia itu. Ia menggalakkan kampanye Let’s Move and Drink Up hingga pembatasan
menu makanan dan iklan makanan cepat saji di sekolah. Visinya jelas: mengurangi epidemi obesitas di Amerika Serikat yang sudah menahun.
Amerika Serikat memang dikenal sebagai negara dengan tingkat obesitas tertinggi. Berdasarkan penelitian dari Institute for Health Metrics and Evaluation dari University of Washington, sebanyak 17 persen anak dan 38 persen orang dewasa di Amerika mengalami obesitas.

Indonesia tak kalah bersaing, negeri berpenduduk 250 juta orang ini mengalami kenaikan tingkat obesitas hingga tiga kali lipat dalam kurun 30 tahun. Kini, Indonesia menduduki peringkat ke-10 sebagai negara dengan tingkat obesitas tertinggi.
Penelitian terakhir dari University of Washington itu menyebutkan bahwa 1 dari 10 orang di dunia mengalami obesitas. Obesitas bahkan menjadi fenomena yang terus berkembang, dan menjadi permasalahan, di hampir seluruh penjuru dunia baik negara miskin ataupun kaya.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam New England Journal of Medicine menyebutkan penyebabnya bukan persoalan kurang berolahraga atau bergerak, tetapi lingkungan makanan yang tidak mendukung. Makanan rendah gizi namun kaya lemak lebih banyak dijual dan dikonsumsi karena harganya yang murah. Sementara makanan-makanan sehat dan organik hanya bisa dijangkau oleh segelintir kalangan saja.
Kondisi tersebut terjadi di berbagai belahan dunia.

Pada 2015, obesitas –dan berbagai faktor risiko penyakit yang ditimbulkannya– berkontribusi hingga 7 persen terhadap kasus kematian di seluruh dunia. Angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan kematian akibat
kecelakaan lalu lintas, Alzheimer, atau ancaman lainnya seperti terorisme, jika digabungkan.
Obesitas menjadi isu kesehatan modern yang dihadapi banyak negara. Barangkali tak cukup hanya kampanye bersepeda atau berlari, tapi hal yang utama adalah bagaimana makanan sehat bisa lebih mudah diakses oleh semua kalangan dibandingkan dengan makanan instan. Mungkin.

SUMBER BERITA MEMAHAMI BAHAYANYA OBESITAS YANG MEMATIKAN: KUMPARAN

%d blogger menyukai ini: